Senin, 01 Oktober 2007

Penculikan Anak

Beberapa Modus Penculikan dan Penjualan Anak

1. Penculikan anak di sekolah, modusnya antara lain:
Mengambil perhiasan
Menguasai orang secara umum, misalnya untuk dijual, dipekerjakan sebagai pengemis, meminta uang tebusan, serta diambil organ tubuhnya.
2. Penculikan bayi oleh pembantu atau orang yang dikenal. Motifnya anak tersebut diperjualbelikan.
3. TKW yang hamil, saat lahir bayi diambil oleh calo.
4. Penculikan dan penjualan bayi di klinik bersalin.
5. wanita dihamili pacarnya, yang merupakan kelompok penculik. Saat bayi lahir kemudian diculik.
6. siswa SMP diculik dengan dalih telah menaniaya adik seseorang, kemudian meminta uang tebusan kepada orang tua korban

(Sumber Kompas Sabtu 29 September 2007 hal 34)


Kiat Menghindari Penculikan

1. Beri pengertian kepada anak agar:
- Tidak mengikuti ajakan orang yang tidak dikenal
- Tidak mudah tergiur oleh bujuk rayu baik dari orang yang dikenal apalagi tidak dikenal
- Anak langsung pulang ke rumah seusai sekolah dan wajib memberi tahu orang tua bia hendak pergi bermain
- Tidak memakai perhiasan atau membawa barang mahal yang bisa memicu penculikan
2. Dampingi anak balita dengan orang yang anda percaya bila bermain di luar rumah
3. Jangan memberi kesempatan orang asing sering datang ke rumah, misalnya pacar pembantu
4. jalin komunikasi yang baik dengan anak dan pihak sekolah
5. Sekolah harus bersikap tegas dan bertanggung jawab terhadap siswanya selama berada di sekolah, termasuk mengawasi dan memastikan orang yang mengantar jemput anak
6. jika anak mengunakan jasa angkutan antar jemput, orangtua harus mengetahui siapa pengemudi kendaraan
7. jika mengunakan angkutan umum, ajari anak untuk pergi dan pulang secara berkelompok sehingga mudah mendeteksi secara dini jika hilang
8. Ajari anak untuk berteriak minta tolong sekeras-kerasnya atau mencari tempat persinggahan yang aman jika ada orang yang memaksa ikut.
9. Segera hubungi nomor polisi 110 jika ada penculikan

(Sumber: Kompas Sabtu 29 September 2007 hal 35).

Mengapa Mereka Tega Menculik & Memperdagangkan Anak ?

Penculikan anak adalah tindak kejahatan yang tidak manusiawi, bagaimana sedihnya orangtua yang kehilangan anak tanpa tahu kemana harus mencari. Bisa jadi sudah diadopsi orang dari negeri lain, atau dipekerjakan sebagai pengemis atau dijerumuskan sebagai PSK, atau bahkan yang lebih sadis dimutilasi untuk diambil organ tubuhnya ! Na’udzubillah min dzalik, masihkah bisa dikatakan sebagai manusia pelaku kejahatan sesadis itu ?!
Dalam kehidupan masyarakat yang materialistik-kapitalistik, pandangan manusia hanya terfokus pada materi/capital. Manusia akan melakukan apapun sepanjang bisa menghasilkan materi, korupsi, merampok, membunuh. Sehingga tidak heran jika ada manusia yang tega memperjualbelikan anak. Di sisi lain tata kehidupan materialistic-kapitalistik mendorong mendorong longgarnya ikatan social menuju kehidupan yang individualistic dan persaingan bebas untuk berebut materi. Sehingga mengikis rasa belas kasih antar sesama, mengikis control social, mengikis kebersamaan dan saling menjaga.
Dalam kehidupan seperti itu tiada kendali diri seseorang untuk melakukan tindak kejahatan. Kontrol social yang longgar juga menyebabkan masyarakat tidak mampu mengendalikan seseorang dari perilaku menyimpang (berbuat jahat). Sedangkan untuk mengandalkan hukum sebagai sanksi terhadap tindak kejahatan juga tidak memadai dengan bentuk hukuman yang tidak membuat jera pelaku kejahatan. Tidak sedikit pelaku kejahatan yang meningkat skala kejahatannya lebih professional seolah baru keluar dari ‘pendidikan’.
Saatnya kita kembali ke pemanusiaan manusia. Kembali ke jati diri manusia sebagai ciptaan Allah yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya dan mencintai sesame makhluk-Nya. Kembali ke tatanan kehidupan yang memanusiakan manusia. Tatanan kehidupan yang telah diturunkan lewat wahyu diajarkan dan dicontohkan oleh Nabi Saw pembimbing manusia. Tegakkan tatanan kehidupan Islam untuk kehidupan yang lebih baik, di dunia dan akhirat.

Jumat, 31 Agustus 2007

Reaktualisasi Khilafah Islamiyyah I

Oleh Nur Rohim Yunus**
Wacana mengenai hukum menegakkan "Khilafah Islamiyyah" tidak begitu hangat dibicarakan kecuali setelah munculnya kasus tragis pembubaran Khilafah Utsmaniyah di Turki pada tanggal 29 Oktober 1923, yang dilakukan oleh milisi pimpinan Musthafa Kemal. Sebagai respon dari peristiwa tersebut, ulama al Azhar menggelar munaqasyah pada bulan Mei 1924 mengenai masalah khilafah Islamiyyah (pemerintahan Islam). Namun perhelatan tersebut tidak sampai menghasilkan rekomendasi apa-apa. Karena di antara pesertanya terdapat beberapa personal yang menghendaki jabatan khalifah.Wacana ini pun semakin mengemuka setelah munculnya kitab al Islam wa Ushul al Hukm (Islam dan Akar Pemerintahan) karya `Ali `Abd al Raziq, pada tahun 1925. Dalam kitab tersebut, `Ali melontarkan pernyataan bahwa "Islam tidak mewajibkan kepada umatnya untuk mendirikan negara," dengan alasan al- Qur’an tidak memuat dalilnya secara tegas.(1)Lebih lanjut ia berargumen dengan ungkapan Nabi Isa as, “Hak kaisar untuk kaisar dan hak Allah untuk Allah”. Kemudian ia berasumsi bahwa urusan negara harus dipisahkan dengan urusan agama.(2) Landasan argumentasi ini pada hakikatnya sangat lemah sekali karena ungkapan Nabi Isa as yang menyatakan “Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi miliknya dan berikan kepada Tuhan apa yang menjadi milik Tuhan” yang termuat dalam Mattius, 22:21, menurut Arnold Toynbee, pernyataan tersebut hanyalah suatu taktik agar rezim Romawi tidak memberangus diri Nabi Isa as. serta umatnya.(3) Pandangan ini pun berlandaskan pada paham sekulerisme yang berusaha memisahkan urusan agama dari urusan agama.Sebagai pengcounter kitab tersebut muncullah Dr. Dliya’ al Dien al Rais dengan kitabnya al Nazhriyat al Siyasiyah al Islamiyah (1952) dan al Islam wa al Khilafah fi al `Ashr al Hadits (1973).(4) Mulai saat inilah perhelatan seputar debat wacana Khilafah Islamiyyah mulai digulirkan.Beberapa sumber klasik (kitab) menyatakan bahwa sebenarnya perilaku Nabi Saw beserta sahabatnya antara kurun 610-662 M, merupakan gambaran jelas bahwa Nabi Saw telah melakukan aktivitas kenegaraan secara resmi. Pada saat itu (610-632) Nabi Saw telah memiliki kekuasaan (kekuatan militer), umat dan daerah.(5) Bahkan lebih jauh, beliau telah mengadakan hubungan bilateral antar negara (seperti dengan Parsi dan Habsyi). Hal tersebut menunjukkan bahwa eksistensi beliau sebagai kepala negara telah diakui oleh negara lain (de jure dan de facto).Demikian pula pada masa pemerintahan Khulafa al Rasyidun (632-662), terdapat banyak aktivitas yang dapat dijadikan indikasi bahwa pada saat itu Islam bukan hanya sebagai agama an sich, melainkan sekaligus sebagai negara. Sehingga dengan tegas pakar politik Islam, `Abd al Qadir `Audah dalam bukunya al Islam wa Awdla`una al Siyasiyah, menyatakan:“Islam adalah agama dan negara”.(6) Atau dalam bahasa orientalis Asta Olesen: “Islam is Both, Religion and State”, Islam itu ganda, agama sekaligus negara. Atau menurut H.A.R Gibb, “sesungguhnya Islam itu lebih dari sekedar sistem agama saja”.(7) Sampai di sini orientalis pun mengakui terhadap watak holistiknya (sistem menyeluruh) Islam, bahwa Islam itu bukan hanya sekedar agama, melainkan sekaligus sebagai negara.
Hukum Menegakkan Khilafah Islamiyyah
Mendirikan khilafah Islamiyyah, sama hukumnya dengan mendirikan negara Islam. Wajib syar`i menurut Mu`tazilah dan Asy`ariyah, wajib `aqly menurut Imamiyah, wajib syar`i dan `aqly menurut Hasan Bashry. (8)Menurut al Mubarak(9) meskipun tidak didapatkan nash sharih yang menunjukkan terhadap hukum wajib mendirikan negara (pemerintahan), namun terdapat beberapa keterangan shahih yang maknanya tendensius ke arah hukum wajib tersebut, di antaranya:1. Tidak halal bagi tiga orang yang berada di suatu lokasi, kecuali apabila salah seorang dari mereka dijadikan pemimpin bagi yang lainnya. (10)2. Apabila tiga orang melakukan perjalanan, maka salah seorang dari mereka harus dijadikan pemimpin. (11)Lebih lanjut menurut al Mubarak, “aktivitas kenegaraan” Nabi Saw di kota Madinah adalah merupakan bagian dari sunnah fi`liyah yang wajib dituruti. (12)Selain daripada itu, karena tabiat Islam yang bukan hanya sekedar memuat sistem `aqidah, melainkan berikut sistem akhlaq dan sistem syari`at (13), di antaranya hukum Jinayat/pidana yang apabila tidak dijalankan mengandung konsekwensi dosa, sedangkan tidak mungkin seluruh sistem tersebut dapat dijalankan apabila Islam tidak memiliki negara (pemerintahan) sebagai institusi formal yang mempunyai wewenang untuk memberikan sanksi hukum terhadap para pelaku jarimah (delik pidana), maka secara tidak langsung mendirikan negara/Khilafah Islamiyyah adalah wajib hukumnya. Sebagaimana bunyi kaidah:“Sesungguhnya hukum dari sesuatu yang menjadi penyempurna dari suatu kewajiban, adalah wajib”.
Penutup
Demikian jelaslah natijah-nya, bahwa hukum menegakkan khilafah Islamiyyah adalah wajib. Karena pada hakikatnya Nabi saw, disamping seorang rasul, juga menjadi kepala negara. Ia adalah penguasa tertinggi keagamaan dan politik. Madinah adalah negara Islam pertama di muka bumi ini, di mana di dalamnya Islam mencapai bentuknya yang paling sempurna. Islam tidak hanya menjadi agama semata, namun juga sebagai sistem politik. Era kekuasaan Nabi selanjutnya diteruskan oleh para Sahabat yang melembagakan sebuah sistem politik yang disebut khilafah. Khilafah tak lain adalah bentuk kekuasaan yang diidealkan untuk meneruskan bentuk kekuasaan yang diwariskan oleh Nabi. ® Wallâhu min warâ-i al qosdi wahuwa yahdi as-sabîl.
*Makalah ini adalah sebagian dari makalah penulis yang berjudul "Implimentasi Khilafah Islamiyah; Studi Kritis atas pemikiran tokoh JIL dan HTI", yang telah dipresentasikan dalam diskusi Forum Kajian Islam al-Qolam pada tanggal 18 Mei 2007 di Kampung Melayu Hostel 4 Kamar 140 IIU Islamabad.
**Penulis adalah anggota FKIQ Islamabad
Catatan Kaki:
(1). Lihat: Ali 'Abd al Raziq, al-Islam wa Ushul al Hukm, hal: 13.)
(2). Ibid, hal: 13.
(3). Lihat; Abu Hisyam, Makalah Negara Islam, Haruskah? Hukum Mendirikan Negara Islam, al-aysar@telkom.net.)
(4). Ibid.
(5). Lihat: M. al Mubarak, Nizham al Islam, hal: 16.
(6). Lihat: `Abd al Qadir `Audah dalam bukunya al Islam wa Awdla`una al Siyasiyah, hal; 70.
(7). Lihat: H.A.R Gibb, Mohammedahism an Historical, Oxford, 1969, Hal; 3.
(8). Al Syaukany, Nayl al Authar, IX/146-147.
(9). Lihat: al-Mubarak, Nizham al Islam, hal: 15.
(10). HR. Ahmad.
(11). H.R. Abu Dawud [Sunan Aby Dawud] III/36 + al Bayhaqy [Sunan Kubra] V/257.
(12). Lihat: al-Mubarak, op.cit., hal: 16.
(13). Lihat: M. Yusuf Musa, Nizham al Hukm, Hal: 15
buletin al-ibrah IIU Islamabad, Islamabad, Pakistan
(Sumber: ibrah.blogspot.com, Friday, July 13, 2007)

Selasa, 21 Agustus 2007

Syariah Islam, Solusi Kehidupan

RadarBanjarmasin.Com, Selasa, 21 Agustus 2007
Pada dasarnya, yang disebut dengan masalah adalah suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara das sollen (yang seharusnya, yang ideal) dengan das sein (yang nyata, yang real). Bagi umat Islam, kondisi ideal itu adalah hidup di bawah naungan syariah Islam, sebab penerapan syariah Islam ini adalah wajib atas umat Islam. Firman Allah SWT: “Maka demi Tuhanmu (Muhammad), mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan...” (TQS An-Nisa: 65).
Dengan demikian, bila umat Islam meninggalkan kewajiban menerapkan syariah Islam ini, berarti mereka telah hidup secara abnormal dan jauh dari ideal. Umat Islam yang seperti ini, ibarat makhluk yang dipaksa hidup di luar habitatnya. Bagaikan ikan yang dipaksa hidup dalam limbah minyak.
Semua masalah dan krisis ini sesungguhnya adalah akibat dari meninggalkan syariat Islam yang seharusnya diberlakukan sebagai solusi berbagai masalah manusia. Maka dari itu, untuk mengatasi berbagai krisis tersebut, tak ada jalan lain bagi umat Islam, kecuali dengan kembali menerapkan syariah Islam secara menyeluruh. Dimana hal tersebut tidak akan terwujud dengan sempurna tanpa adanya Khilafah, sebuah institusi politik Islam yang memang mempunyai misi menerapkan Islam secara menyeluruh.
Dengan demikian, keberadaan Khilafah adalah sebuah kewajiban syar’i, mengingat penerapan syariah Islam (yang hukumnya wajib) tak mungkin terlaksana dengan baik tanpa institusi Khilafah. Kaidah syar’iyah menyebutkan, “Maa laa yatimmul waajibu illa bihi fahuwa wajib” (Sebuah kewajiban yang tidak terwujud sempurna kecuali dengan adanya sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib hukumnya).
Lalu bagaimana langkah yang harus ditempuh umat menuju khilafah?
Terlebih dahulu perlu dipahami bahwa perjuangan menuju Khilafah mempunyai 2 (dua) kata kunci, yaitu amal jama’i, dan amal siyasi. Amal jama’i, artinya perjuangan menuju Khilafah harus dilakukan secara berjamaah (berkelompok) (lihat QS Ali ‘imran: 104). Jadi ini bukan amal fardi (perjuangan individual), sebab tak mungkin individu-individu mampu memikul tugas amat berat ini tanpa bergerak bersama-sama dalam suatu jamaah. Amal siyasi, artinya perjuangan menuju Khilafah hendaknya menempuh jalur politik, bukan jalur lainnya (ekonomi, sosial-kemasyarakatan, dsb), sebab permasalahan Khilafah adalah permasalahan politik. Ingatlah, Khilafah adalah institusi politik. Dan kedua kata kunci ini, yaitu amal jama’i dan amal siyasi, akan dapat terwujud dalam sebuah partai politik (al-hizb as-siyasi). Partai politik inilah yang akan bergerak bersama umat dan di tengah umat untuk berjuang menuju Khilafah.
Bagaimanakah langkah sebuah partai politik Islami yang hendak mengembalikan Khilafah ini? Dalam hal ini umat Islam sebenarnya sudah mempunyai teladan, yaitu Rasulullah SAW. Metode Rasulullah SAW inilah yang wajib kita teladani. Metode Rasulullah SAW ini dapat kita telusuri dari langkah sirah/perjalanan dakwah Rasulullah SAW sampai menjadikan Madinah sebagai Daulah Islamiyah pertama di muka bumi, untuk menegakkan hukum Allah di dalam negeri dan menyebarluaskan Islam dengan jalan dakwah dan jihad ke luar negeri. Wallahu’alam bis showab.(*)
Muhammad Firdaus KSI Al Mizan Fakultas Hukum UNLAM

Jumat, 17 Agustus 2007

Khilafah Sistem Pemerintahan Membumi

Pro Kontra Ide Penegakan Khilafah


Perjuangan Tegaknya Khilafah Islamiyah Bukan Sekadar Wacana

Menurut Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto, dari hari ke hari, perjuangan menegakkan syariat Islam melalui sistem khilafah terus menunjukkan kemajuan positif. Salah satu buktinya adalah suksesnya penyelenggaraan Konferensi Khilafah Internasional 2007 kemarin (13/8). simpatisan yang hadir di Gelora Bung Karno sekitar 80 ribu orang. (Sumber:
www.indopos.com ( Selasa 14 Agustus 2007)
Prof Dr Nur Syam MSi, guru besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel menuliskan bahwa Konferensi yang juga dihadiri Din Syamsuddin dan Aa Gym tersebut seakan memberikan warning kepada masyarakat internasional dan secara khusus masyarakat Indonesia bahwa gerakan untuk mengimplementasikan syariah Islam secara kaffah dan berdiri tegaknya khilafah Islamiyah bukan sekadar wacana, tetapi menjadi bagian penting dari sejarah pergerakan keagamaan di Indonesia. Forum itu juga sekaligus menahbiskan bahwa gerakan keagamaan yang bercorak fundamental tersebut telah menjadi realitas empiris yang harus diperhitungkan dalam percaturan religio-politik masyarakat bangsa Indonesia. (Sumber: www.indopos.com, 16 Agustus 2007)
Pengakuan akan eksistensi pengusung ide khilafah tersebut tentu mengkhawatirkan bagi para penentang ide tersebut. Sehingga ke depan pro kontra ide kehilafahan bisa jadi akan semakin ramai, baik opini dari pengusung ide khilafah maupun penyebaran keraguan oleh penentangnya.


Keraguan terhadap Konsep Khilafah ?

Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto menyatakan, keraguan sejumlah tokoh Islam terhadap konsep khilafah islamiah sangat bisa dimengerti. Sebab, kenyataan akan konsep khilafah telah terkubur sangat lama. "Kalau mereka lantas ragu dan sangat sulit membayangkan, hal tersebut cukup wajar," ujarnya. Ismail mengibaratkan keraguan itu seperti konsep Uni Eropa saat kali pertama digulirkan. Namun, seiring waktu, Uni Eropa bisa terwujud dan keberadaannya sangat diperhitungkan hingga saat ini (Sumber
www.indopos.com, 14 Agustus 2007).
Prof Dr Nur Syam MSi, guru besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel menuliskan bahwa persoalan khilafah sebenarnya bukan berada di langit suci, tetapi telah menjadi bagian dari darah dan daging. Sebagai realitas empiris, maka khilafah sesungguhnya adalah persoalan profan, sebagaimana yang terjadi dalam rentang sejarah kemanusiaan. Khilafah bukan sesuatu yang sakral. Khilafah hadir dalam dunia kemanusiaan tentu terkait dengan masalah-masalah yang terjadi di kala itu. Ada dunia kontekstual yang menjadi dasar pijakannya.
Berdasar pembacaan kritis terhadap model kekhilafahan yang terjadi di dunia Islam, ternyata model khilafah juga sarat dengan kepentingan dan penguasaan.Nur Syam mengutip dari beberapa pendapat miring tentang khilafah :
- Berdasar tulisan Rasul Ja’fariyan yang membaca "Sejarah Khilafah 11-35 H", ternyata model khilafah juga bukan sesuatu yang sangat ideal dan menampakkan substansi keislaman yang nyata. Ataukah ia adalah alat kekuasaan sekelompok orang yang secara lancang memanipulasi jargon agama? Ungkapan yang menggambarkan betapa saratnya kekhilafahan dengan perpolitikan, kepentingan, dan penguasaan yang sangat profan.
- Muhammad Said al-Asmawy yang menyatakan bahwa pertarungan yang terjadi dalam sejarah panjang umat Islam hanyalah menjadikan Islam sebagai kedok. Sedangkan isi atau tujuan sesungguhnya tak lain adalah kekuasaan (M. Hasibullah Satrawi, 2006).
Jika dibaca secara kritis, kekhilafahan pada masa khulafaur rasyidin pun sudah memiliki nuansa kekuasaan politik yang sangat kental. Belum lagi peralihan-peralihan kekuasaan pada masa Abbasiyah dan Muawiyah. Kekhalifahan tersebut ternyata tidak ada bedanya dengan perubahan kekuasaan politik di tempat lain.
Sering dalam perubahan kekuasaan politik terkait dengan air mata. Jika demikian halnya, prototipe sistem pemerintahan ideal yang sesuai dengan ajaran mendasar Islam lalu sulit ditemui dalam realita empiris pascamasa kenabian Muhammad SAW. Dengan demikian, pertanyaan ontologis adakah sistem kekhilafahan yang ideal dan menjadi realitas empiris pasca-Nabi Muhammad SAW dan khulafaur rasyidin ternyata agak sulit ditemukan? Makanya, gagasan tentang khilafah sebagai solusi atas persoalan negara-bangsa, khususnya Indonesia, adalah pikiran tekstual, bukan kontekstual. (Sumber: Suara Merdeka, 16 Agustus 2007)
Tak pelak ormas Islam Baitul Muslimin Indonesia pun menyatakan tidak mendukung ide Khilafah Islamiyah yang dilontarkan Hizbut Tahrir Indonesia Ketua Umum Baitul Muslimin Indonesia, yang juga Ketua Bidang Agama dan Kerohanian DPP PDI Perjuangan, Prof. DR. K.H. Hamka Haq, mengatakan “Hal itu adalah masa lalu, sangat utopian, tidak realistis dalam konteks historis maupun kondisi kekinian. Bahkan Nabi Muhammad SAW tidak membawa konsep Khilafah, melainkan imammah. Kegagalan khilafah dalam konteks historis, sudah dibuktikan lewat dinasti kekhalifahan Muawwiyah yang legalitasnya lebih banyak ditentukan oleh keberanian menghabisi lawan politiknya,” (Sumber: www.SuaraMerdeka.com, 16 Agustus 2007)


Khilafah Sistem Pemerintahan Keduniaan - Membumi

Prof. Dr. Hassan Ko Nakata (Sekolah Teologi, Universitas Doshisha Jepang) dalam makalah Konferensi Khilafah Internasional 2007 menjelaskan bahwa Khilafah adalah suatu system pemerintahan “bersifat keduniaan” yang aturannya berdasarkan pada hukum, bukan teokrasi atau “pemerintahan bersifat ketuhanan”. Ini tentu berbeda dengan pemahaman kaum syiah tentang imamah atau pemerintahan imam ma’sum yang bersifat teokratik.
Hukum Islam adalah suatu system peraturan, sama dengan system hukum Inggris. Maka, baik system hokum Islam maupun system hokum Inggris bukanlah system yang misterius (mistis), melainkan system yang sangat rasional. Dalam pengertian, bahwa dalam menjalankan keduanya tidak ada hubungannya dengan petunjuk langsung dari Tuhan. Maka, yang diperlukan adalah untuk memahaminya secara logis berdasarkan proses penalaran hokum (legal reasoning) secara professional, bukan hanya berdasarkan keimanan semata.
Dalam konteks sumber hukum, fakta bahwa sumber hukum Islam adalah wahyu Allah itu tidak serta merta menjadikan system politik dan hukum Islam menjadi system pemerintahan berdasarkan wahyu atau ilham (petunjuk langsung dari Tuhan).
Sistem hukum Islam sendiri bersifat dualistic, terdiri atas hukum public –setiap orang harus mematuhi- dan hukum komunal –memberikan otonomi kepada masyaraat yang berbasis agama untuk mengatur cara hidupnya berdasarkan pada huum yang berlaku di dalam agamanya. Ini menunjukkan, bahwa hukum Islam juga mengakomodasi pluralitas atau keragaman masyarakat.
Lebih lanjut, Khilafah adalah system pemerintahan keduniaan membumi yang menjamin perlindungan seluruh masyarakat berdasarkan hukum public Islam dan memberikan kebebasan kepada komunitas berbasis agama di bidang keagamaan. Bukan hanya dalam ritus keagamaan, namun juga dalam hal-hal yang menyangkut hukum keluarga, cara berpaaiandan sebagainya.
Fakta menunjukkan Khilafah merupakan konsep yang membumi karena konsep ini dipengaruhi oleh karakter dari misi keislaman itu sendiri. Misi Islam ini berlipat ganda dalam (1) menyebarkan system pemerintahan Islam atau Khilafah, yang merupakan kewajiban, dan (2) menyebarkan agama Islam, yang merupakan pilihan selanjutnya atau opsional. Ini karena misi keislaman dibangun dengan tegas, ketika kepatuhan terhadap hukum public Islam yang disertai dengan pembayaran pajak jizyah ditolak, bukan ketika merea menolak agama Islam itu sendiri.
Sebagaimana tertulis dalam al-Qur’an, Allah berfirman :

"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah[638] dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk." (QS At Taubah 9: 29).

Sebagai tambahan, Al-Mughirah menuturkan, bahwa dia pernah berkata kepada pasukan Persia dalam peperangan Nahawand, “Nabi kami Muhammad Saw memerintahkan kami untuk memerangimu sampai engkau beriman pada Allah atau membayar pajak (jizyah)”. Adalah sangat jelas bahwa misi dari agama Islam adalah untuk menegakkan system pemerintahan Islam, bukan memaksakan agama Islam ke seluruh dunia.
Akibat dari karakter yang ada dalam misi keislaman ini, tanggung jawab politik untuk memelihara ketertiban, keamanan dan perdamaian dalam system Khilafah tidak dibebankan kepada semua orang –sebagaimana yang diagas dalam kerangka berfikir keliru tentang perwakilan bangsa-bangsa dalam hal ini, sekedar contoh sebut saja system pemerintahan demokratis- melainkan berada di bawah pengelolaan umat Islam di bawah pimpinan puncaknya, Khalifah, menurut kemampuan mereka masing-masing.
Dengan kata lain, system Khilafah, tidak mewajibkan kalangan non muslim untuk memberikan komitmen politik kepada Islam –karena mereka tidak mengimaninya- dan mereka hanya diwajibkan mematuhi aturan hukum public Islam dengan membayar jizyah sebagai warga negara “pasif”. Berbeda dengan kaum Muslim, mereka diwajibkan untuk berpartisipasi dalam perpolitikan Khilafah sebagai warga negara “aktif” berdasarkan kemampuan mereka karena keimanan mereka kepada Islam.
Prof. Dr. Ko Nakata (yang juga Presiden Asosiasi Muslim Jepang) menyimpulkan pendefinisan Khilafah sebagai “system politik Islam yang tumbuh bersama dalam keragaman masyarakat berbasis agama –berikut dengan masing-masing otonominya di bidang keagamaan- yang direalisasika di bawah pengelolaan kaum muslim melalui kepemimpinan Khalifah yang bertanggung jawab untuk menjalankan hukum public Islam yang bertujuan untuk menjamin ketertiban, keamanan dan kedamaian dalam masyarakat majemuk yang beragam.


Khatimah

- Khilafah sebagai suatu system pemerintahan yang bersifat keduniaan yang harus berjalan berdasarkan hukum syara’; bahkan Khalifah yang bertanggungjawab memimpin pelaksanaan aturan hukum Islam.
- Akan tetapi meskipun sumber hukum Islam adalah wahyu, khilafah bukanlah system theokrasi ataupun imamah (imam ma’sum). Hukum yang diterapkan tidak mistis (misterius) tetapi suatu system hukum yang rasional, dimana dalam memahami hukum syara’ berdasarkan proses penalaran hukum (legal reasoning).
- Kekhawatiran terhadap terjadinya penyelewengan bisa dipahami, mengingat hal tersebut juga pernah terjadi pada sejarah kekhilafahan, sebagaimana terjadi pula pada system pemerintahan lainnya (monarki ataupun demokrasi) sampai saat ini. Akan tetapi ketika bicara masalah system pemerintahan, pada dasarnya kita sedang membahas tentang benar atau tidak benar dari suatu system menurut syara’. Khilafah adalah system pemerintahan yang telah dicontohkan oleh Nabi Saw. (Sunnah), dilanjutkan oleh khulafaurrasyidin (ijma’ sahabat), dan dijanjikan tegaknya kembali sebagaimana sabda Rasululullah Saw:
“. . . tsumma takuunu khilafatan ‘alaa minhaajin nubuwwah”
“. . . Selanjutnya akan dating suatau kekhilafahan yang berjalan di atas manhaj kenabian” (HR. Ahmad)

Kamis, 02 Agustus 2007

Mengawali Tahun Ajaran Baru

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكاَتُهُ

اَلْحَمْدُ ِللهِ اَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَ دِيْنِ الْحَقِّ
لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكاَفِرُوْنَ
أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصَحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْساَنٍ إِلِى يَوْمِ الدِّيْنِ
فَياَ أَيُّهاَ النَّاسُ: أُصِيْكُمْ وَإِياَّيَ بِتَقْوَى اللهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ.
أَمَّابَعْدُ؛

Qolallhohu Ta’ala fil Qur’anil adzim :
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? †Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs¡øù$$sù Ëx¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râ“à±S$# (#râ“à±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_u‘yŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz

Sedoyo puji namung kagunganipun Allah SWT ingkang tansah paring rahmat, ingkang sampun paring pitedah kanthi Al Qur’an lan sampun ngutus kanjeng Nabi Muhammad SAW. Sholawat sarto salam mugi katetepno dhumateng Kanjeng Nabi Muhamad Saw, ingkang sampun menyampaikan risalah, paring uswah hasanah mulai wonten ing babagan kehidupan pribadi dumugi tata aturaning kemasyarakatan.
Sampun dados kewajiban kita midherek dhawuhipun Allah soho Rosulipun, sarta nebihi punopo kemawon ingkang sampun dipun awisi. Pramilo monggo kito sami ngupados tambahan ngelmu kanthi tholabul ilmi, sarta anambahi kethoatan kito dhumateng Allah SWT.

Sidang Jum’ah rohimakumullah,
Nembe kemawon kito selaku tiyang sepuh ngayahi kewajiban madosaken sekolah dumateng poro lare. Saestu mboten sakedhik kabetahanipun wragat, anaming kados pundi kemawon tetep kito upayaaken kangge nyekapi kabetahanipun pendidikanipun lare.

Sidang jum’ah rohimakumullah,
Tholabul ‘ilmi utawi luru ngelmu puniko setunggalipun kuwajiban tumrap sedoyo tiyang Islam. Ngendikanipun kanjeng Nabi Muhammad Saw : “Tholabul ‘ilmi faridlotun ‘alaa kulli muslimin”
Wiwit zaman Nabi Saw tetiyang muslim puniko ummat ingkang remen kaliyan ilmu. Rumaket kelayan ilmu. Nabi Saw selaku panguwaos Madinatuurrosul nate mbebasaken tawanan perang Badar kanthi syarat ngjaraken baca tulis dhumateng 10 tiyang muslim. (Ing mongko tebusanipun watawis 1000 – 4000 dirham). Amirul mukminin Umar bin Khattab maringi gaji guru ingkang ngajar lare-lare ing Madinah 15 dinar (kirang langkung 63,75 gram emas).
Puniko nedahaeken bilih kabetahan pendidikan puniko setunggalipun kabetahan masyarakat ingkang kedah dipun fasilitasi saestu dening negari, kados dene kabetahan pokok rakyat sanesipun kados dene jaminan kesehatan, jaminan keamanan, ketersediaan pangan, sandang lan papan.

Sidang jum’ah rohimakumullah,
Pendidikan puniko anggadhahi kalih tujuan ingkang utami, inggih puniko:
- Sepindah kangge mbangun kapribaden muslim kanthi landesan Aqidah Islam lan pengetahuan agami (tsaqofah Islam)
- Ingkang kaping kalehipun kangge membekali siswa iptek sarto ketrampilan kangge nyekapi kabetahaning agesang
Pramilo wajar menawi ing zaman kejayaan Islam, mboten ngemungno kekuasaan lan pengaruhipun ingkang wiar kanthi prajuritipun ingkang kiat, ananging ugi sumbangan dhumateng perkembangan ilmu pengetahuan ingkang dumugi sepriki taksih dipun akeni ing dunia pengetahuan kados dene Ibnu Sina. Poro ilmuwanipun disamping ahli kedokteran,biologi, matematika, falak ananging sekaligus ugi ahli agami.
Dados pendidikan ingkang sae puniko badhe ngasilaken insan ingkang anggadhahi ilmu agami ingkang dipun laksanaaken kanthi tho’at sekaligus anggadhahi pengetahuan lan ketrampilan kangge kacekapaning kabetahan pribadi lan masyarakat.
Puncak hasilipun mujtahid (ingkang mampu menjawab permalahan2 enggal kanthi netepi syara’), mujahid (ingkang ngicalakeng penghalang dakwah), kholifah (ingkang tanggel jawab sedoyo pelaksanaan syara’).

Sidang jum’ah rohimakumullah,
Penyelenggaran pendidikan puniko ingkang baken kewajibanipun negari. Suwalikipun mendapatkan pendidikan puniko hakipun ummat. Kados dene hadits ingkang dipun riwayataken dening Imam Bukhari ngengingi tuntutanipun poro wanito supados Kanjeng Nabi paring wekdal khusus kangge mengajar poro wanito:
Aturipun Abi Sa’id al Khudri : ‘Kaum wanita matur dhumateng Kanjeng Nabi Saw: “Kito poro wanito dipun kalahaken dening tetiyang jaler wonten ing babagan pados ngelmu dhumateng sampean, pramilo kito suwun mboten ketang sedinten kangge sinau ilmu kaliyan panjenengan”. Lajeng Rosulullah SAW pring janji badhe paring nasehat lan piwucal ilmu wonten ing dinten ingkang sampun dipun sepakati’.
(Bukhari)

Sidang jum’ah rohimakumullah,
Allah SWT badhe maringi derajat ingkang inggil dhumateng tetiyang ingkang beriman lan berilmu. Surat Al Mujaadilah 58: 11

$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? †Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs¡øù$$sù Ëx¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râ“à±S$# (#râ“à±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_u‘yŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Al Mujaadilah 58: 11)
Pramilo monggodhumateng adik-adik dipun niati kanthi ikhlash anggenipun sinau, mekaten ugi dhumateng poro tiyang sepuh anggenipun paring wragat dhumateng poro putro.
Langkung-langkung dhumateng poro pendidik kedah langkung pinter-pinter anggenipun nggulowenthah poro siswo awit sakpuniko tansoyo awrat tantanganipun. Lan ingkang saestu penting pandangan-pandangan sekuleristik materialistik ingkang terselip wonten ing sebagian cabang ilmu pengetahuan puniko saged dipun singkiraken supados mboten mengotori keimanan lan meracuni pola pikir anak didik.
Dhumateng pemerintah kito aturaken bilih saestunipun kewajiban penyelenggaraan pendidikan puniko ingkang kedah paling bertanggung jawab pemerintah, punopo malih pendanaan, kurikulum lan fasilitas. Masyarakat lan lembaga pendidikan sifatipun mbiyantu kewajiban puniko.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


Khutbah kedua:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ
وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا،
مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ. أَمَّا بَعْدُ؛
فَياَ أَيُّهاَ النَّاسُ: أُصِيْكُمْ وَإِياَّيَ بِتَقْوَى اللهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ


اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحسْاَنٍ اِلى يَوْمِ الدِّيْنِ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَِلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ
وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْن آمَنُوْا
رَبَّنَا اِنَّكَّ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْم
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيـَّتِـنَا قُرَّةَ أَعْـيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا
رَبَّنَا وَ لاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا
رَبَّنَا وَ لاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ
وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ
بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ.
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن

واَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكاَتُهُ

Senin, 30 Juli 2007

Khutbah Boso Jawi: Al Qur'an Pedoman Gesang

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكاَتُهُ

اَلْحَمْدُ ِللهِ اَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَ دِيْنِ الْحَقِّ
لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكاَفِرُوْنَ
أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصَحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْساَنٍ إِلِى يَوْمِ الدِّيْنِ
فَياَ أَيُّهاَ النَّاسُ: أُصِيْكُمْ وَإِياَّيَ بِتَقْوَى اللهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Qolallhohu Ta’ala fil Qur’anil adzim :
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ
Jama’ah jum’at rohimakumulloh,
Kito sedoyo ingkang ngugemi agami Islam sampun mangertos bilih, agami Islam puniko lelandesanipun inggih puniko Aqidah Islam.
Menawi Aqidah Islam puniko sampun estu-estu manjing wonten ing penggalih kito; ateges kito sampun anggadahi keimanan ingkang kiyat, mboten wonten keraguan sakedik kemawon.
Kito iman bilih ingkang nyiptaaken manungso saha alam donya puniko estu namung Allah SWT piyambak, estu mboten wonten sanesipun mbiyantu nopo dene ngalangi.
Kito iman bilih Al Qur’an puniko estu wahyu sangking Allah SWT, ingkang dipun turunaken dumateng Kanjeng Nabi Muhammad saw. Estu mboten wonten satunggaling tetiyang ingkang saged andamel ‘setunggal ayat kemawon’ ingkang saged nandingi/sami kaliyan ayat Al Qur’an; senajan sedoyo tiyang saindenging bawono sami ambiyantu. Sebab Al Qur’an puniko estu wahyu Allah, kalamullah.
Mekaten ugi kito iman bilih Muhammad puniko estu Rosul utusan Allah ingkang pinaringan wahyu sangking Ngarsanipun Allah SWT. Muhammad saw puniko nabi ingkang pungkasan, ingkang mbekto ajaran pitedah kangge manungso ingkang berlaku dumugi ing akhir zaman.
Kanthi ajaranipun Kanjeng Nabi Muhammad saw, ingkang arupi Al Qur’an kaliyan As Sunnah puniko-lah, titah manungso badhe gesang bahagia wonten ing donya saha bahagia wonten akhiratipun. Tumurunipun wahyu puniko awit rohmatiPun Allah SWT dhumateng titahipun poro manungsa, sainggo saged mangertos tata caranipun ngibadah dhumateng Ngarsanipun Allah SWT, dados mangertos amal-amal ingkang utami, saged mbentenaken perkawis ingkang haq kaliyan perkawis ingkang bathil, mbentenaken barang ingkang halal kaliyan barang ingkang haram.
Firman Allah SWT wonten ing Al Qur’an Surat Al Anbiya’ ayat 107 :
ruBt$! &r‘ö™y=ùYo»š )Îwž ‘yqôHtpZ 9jÏ=ùèy»=nJÏüúš
Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (TQS Al Anbiya’ : 107)
ƒt»¯'r‰škp$ #$9Z¨$¨â %s‰ô _y$!äu?ø3äN B¨qöãÏàsp× BiÏ` ‘§/nÎ6àNö ru©Ïÿx$!äÖ 9jÏJy$ ûÎ’ #$9Á‰ßr‘Í rudè‰Y“ ru‘uq÷Hup× 9jÏ=ùJßs÷BÏYÏüût
Hai manusia, Sesungguhnya Telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (TQS Yunus : 57)
Ananging menawi manungso wantun mbedhal sangking aturanipun Allah saha Rosulipun, nyempal sangking Al Qur’an lan As Sunnah - na’udzubillah min dzalik, ingkang badhe katampi ‘kacintrakan/kesempitan hidup’ wonten ing donya, lan ‘kacintrakan/kebutaan wonten ing akhirat’
Firman Allah Swt wonten ing Al Qur’an Surat Thaha ayat 24 :
]وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى[
Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta (TQS. Thahaa[20]: 124)
Pramilo monggo kito sami-sami berusaha ingkang saestu-estu kangge ngugemi ajaran ingkang leres puniko, ajaran ingkang badhe nylametaken kito sangking sikso neroko. Ajaran ingkang dados pepadhang wonten ing donya saha dados margi kebahagiaan wonten ing akhirat.
Firman Allah SWT wonten ing Al Qur’an Surat Ali ‘Imron ayat 103 :
. وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,." (QS. Ali Imran 103)
Allah SWT sampun maringi pitedah kangge ngadepi perkawis menopo kemawon, Al Qur’an lan As Sunnah. Temtu kanthi lantaran ilmunipun poro ulama mujtahid ahli tafsir.
Firman Allah SWT wonten ing Al Qur’an surat An Nisa’ : 59
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya),.. (QS. An Nisa 59).







---------------------------------------------------------------------------------------
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ اَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَ دِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ
أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصَحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْساَنٍ إِلِى يَوْمِ الدِّيْنِ
فَياَ أَيُّهاَ النَّاسُ: أُصِيْكُمْ وَإِياَّيَ بِتَقْوَى اللهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
- - - - - - - - - - - - - - - -
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ
ِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحسْاَنٍ اِلى يَوْمِ الدِّيْنِ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَِلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ
وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْن آمَنُوْا
رَبَّنَا اِنَّكَّ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْم
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيـَّتِـنَا قُرَّةَ أَعْـيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا
رَبَّنَا وَ لاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا
رَبَّنَا وَ لاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ
وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ
بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن

واَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكاَتُهُ